Selasa, 13 Mei 2014

Slow Culture Project Idea

Zahrah Dhiya’ul Haq
Interior Design | 1403111073

CREAFIX – Workshop

Creafix merupakan workshop yang dapat dikunjungi siapa saja dari berbagai kalangan usia. Di tempat ini, anda dapat menyulap barang-barang lama anda menjadi sesuatu yang baru dan dapat digunakan kembali. Caranya? Anda cukup datang membawa barang lama/rusak dari rumah anda, dengan konsep Do It Yourself atau DIY, di tempat ini anda bebas memilih aksesoris tambahan untuk mempercantik barang lama/rusak tersebut. 

Di sini anda juga akan dibimbing dengan teknisi dan crafter berpengalaman, serta berkonsultasi kepada para pakarnya tentang ide kreatif untuk barang lama anda. Berbagai jenis barang mulai dari fashion apparel seperti baju, tas, jewelry, dan sepatu, atau furniture yang sudah usang seperti kursi dan lampshade, hingga aksesoris dapur, bahkan payung bekas pun bisa anda kreasikan di sini.






Nama creafix sendiri diambil dari kata create and fix. Mengapa create and fix? Creafix Workshop didirikan dengan tujuan untuk mengurangi sifat konsumtif di masyarakat terutama pada barang-barang yang sulit diolah kembali dan dapat membahayakan lingkungan jika dibuang dan bertumpuk di tempat sampah. Salah satu jalan untuk mengurangi sifat konsumtif tersebut adalah dengan membiasakan diri untuk memanfaatkan kembali barang yang kita miliki meskipun sudah usang dan terkesan jadul. Toh, dengan kreativitas, barang-barang tersebut bisa tampak lebih menarik dan personal, bukan?

***

SLOW CULTURE CONCEPT- GREEN BUILDING

FARADIS ATHYRA
1405110009


“Hemat energi dan air telah diterapkan Gedung Utama Kementerian PU, yakni gedung baru kita bangun dengan konsep Green Building. Konsep gedung tersebut telah mendapat penghargaan Juara 1 untuk kategori ”gedung baru” kantor pemerintahan dalam lomba Penghargaan Efesiensi Energi Nasional (PEEN) 2013 yang diselenggarakan oleh Kementerian ESDM.” Ujar Sekjen PU, Agoes Widjanarko yang dikutip dari laman resmi Kemenpu, Selasa (25/3/2014).

Gedung baru PU diklaim membutuhkan tingkat energi yang rendah dari kurun waktu September 2013 hingga Oktober 2013, dengan rata-rata konsumsi sebesar 91 KWh/m2 per tahunnya. Agoes menyebut capaian konsumsi sebesar ini lebih hemat 35 persen dibanding saat perencanaan awal yaitu sebesar 140 KWh/m2 per tahunnya. Jika dihitung, maka jauh lebih hemat 64 persen dari baseline rata-rata gedung perkantoran di Jakarta sebesar 250 KWh/m2 per tahunnya.

Lebih lanjutan Agoes menyebut langkah penghematan air yang dilakukan KemenPU adalah dengan pengelolaan air bersih menggunakan daur ulang yaitu memanfaatkan air bekas (grey water) dilakukan pengolahan di STP (sewage Treatment Plant) sehingga air yang keluar menjadi bersih dan dapat dimanfaatkan kembali untuk digunakan sebagai siram tanaman, flushing dan make up cooling tower.

Nantinya, air bekas yang berasal dari jetspray, urinoir dan flusing diolah dan dibuang ke saluran kota. Sesuai dengan Master Plan Perkantoran Kementerian Pekerjaan umum, semua bangunan yang berada kawasan tersebut harus menerapkan kaidah-kaidah hemat dalam penggunaan energi dan airnya, termasuk kawasan halamannya juga harus ”green site” ramah lingkungan. Sementara itu, untuk gedung-gedung yang sudah dibangun, akan dilakukan retrofitting menjadi bangunan yang ”green building” secara bertahap, sehingga diharapkan tiga atau lima tahun ke depan seluruh bangunan di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum sudah menjadi bangunan yang ”green building”, terutama hemat dalam penggunaan energi dan air.

Agoes menyebut keberhasilan penghematan energi dan air sangat dipengaruhi oleh perilaku, kebiasaan, kedisiplinan dan kesadaran para pengguna. Dikarenakan, masalah perilaku penggunaan energi yang boros ini secara umum 80 persen disebabkan oleh faktor manusia, dan hanya 20 persen faktor teknis.

Namun diakuinya untuk bisa merubah perilaku tersebut bukanlah hal yang mudah, butuh waktu, kesabaran dan sosialisasi harus dilakukan terus menerus sehingga manjadi perilaku yang diharapkan. 


 

Senin, 12 Mei 2014

Slow Culture Concept



Sebagaian besar masyarakat indonesia pasti memiliki atau bahkan berlangganan koran atau majalah, setiap harinya jutaan lembar kertas koran dan majalah diburu banyak orang untuk sekedar membaca info dan berita-berita terbaru yang ada.

Namun setelah koran dan majalah tersebut dibaca, bagaimana nasibnya? Tentu tumpukan demi tumpukan koran dan majalah bekas tersebut akan semakin membanyak bukan?

Dirumah saya sendiri terdapat banyak sekali tumpukan koran dan majalah bekas, hal yang selalu dilakukan oleh ibu saya ketika tumpukan koran serta majalah tersebut semakin meninggi adalah dengan memberikannya kepada pedagang sayur sekitar rumah yang nantinya hanya dijadikan sebagai pembungkus cabai atau tomat, mungkin.


Melihat fenomena tersebut saya berkeinginan untuk mendaur ulang kertas bekas tersebut menjadi sebuah produk yang memiliki fungsi dan bahkan bernilai jual. Ide ini mungkin bukan hal baru, banyak komunitas sadar lingkungan yang telah melakukan gerakan semacam ini namun kurang mendapat perhatian lebih dari masyarakat luas. Karena itu saya mempunyai sebuah keinginan untuk membuat sebuah tempat bermain khusus anak-anak, dimana tempat tersebut menaungi mereka untuk berkreasi sesuka hati membuat sebuah produk yang dihasilkan dari limbah koran dan majalah.



Ditempat tersebut, setiap anak diajarkan untuk memproses kembali bagaiman agar lembaran koran dan majalah bekas menjadi sebuah produk yang dapat di fungsikan kembali. Selain itu setiap anak diajak untuk menggali kreatifitas mereka dalam mendaur koran dan majalah bekas yang terlihgat nyata bentuk aslinya, tanpa perlu melalui banyak proses seperti dijadikan bubur kertas dulu atau di beri campuran zat-zat kimia, dll. 




Ririn Gusriya
1405112015
KTM'11

SLOW FASHION CONCEPT




Mengapa benang rayon tau katun?Benang rayon ini benang yang nyaman dikulit dan tidak gatal,hingga nyaman saat benang ini bersentuhan langsung dengan kulit.






SAUSAN - 1405112028
KTM'11


Slow Culture; Fruits Garden

Slow Culture; Fruits Garden

Berkebun, merupakan kegiatan sederhana yang agak sulit ditemukan di lingkungan perkotaan mengingat terbatasnya lahan dalam pendirian bangunan. Sulitnya menemukan waktu luang seringkali dijadikan sebagai alasan untuk tidak melakukan kegiatan yang terbilang menyenangkan tersebut, anak-anakpun menjadi ‘betah’ di rumah dengan segala permainan gadget mereka tanpa mengenal dunia luar dan bersosialisasi secara luas yang bisa dilakukan selama berkebun baik dalam meningkatkan quality time bersama keluarga maupun bersama dengan orang lain.



salah satu alternatif; tabulampot 

Karena keterbatasan lahan tersebut, banyak keluarga yang mencari alternatif lain dalam bentuk tabulampot; yaitu menanam tanaman dalam sebuah pot, sebagai media yang membentuk kedekatan antar anggota keluarga. Ada juga keluarga yang mengatasinya dengan mengikuti kegiatan weekend di luar kota untuk mencoba berkebun sendiri yang juga menjadi sarana hiburan, rekreasi serta edukasi bagi anak-anaknya.

media sosialisasi, rekreasi, edukasi dan afeksi







Adanya kendala tersebut memberikan saya ide dalam membuat slow culture yang dapat meningkatkan quality time bersama keluarga dan orang lain (dalam hal ini orang baru) dengan cara mendirikan sebuah tempat yang memiliki empat poin utama yaitu: hiburan, rekreasi,  edukasi dan afeksi. Tempat ini ditujukan untuk rangkaian family gathering in fruits garden, dimana sebuah keluarga atau lebih dapat memulai kegiatan dengan cara berkebun yang baik, memetik buah hasil kebun dan mengolahnya dalam bentuk beberapa produk olahan untuk nantinya dapat dibawa pulang sebagai cendra mata buatan sendiri atau dikonsumsi di tempat. Disini, baik orangtua maupun anak-anak, dapat bersosialisasi secara luas, saling bertukar pikiran dan berbagi rangkaian kegiatan menyenangkan berbeda yang mereka alami. Para orangtuapun dapat berbagi resep mengenai olahan apa saja yang dapat dibuat dari buah-buahan tersebut seperti selai buah, es buah, puding buah hingga olahan minuman segar infused-water. Merekapun dapat bersantai dengan nyaman, karena telah disediakannya fasilitas untuk bertamasya, piknik atau sekedar beristirahat di sekitar area perkebunan yang rindang.

Produk olahan


selai strawberry

Jelly/agar-agar

 es buah/sop buah

infused-drinks

Family Time


Faradina Nurfitri Hikmatunnisa
1405110030
Fashion Forecasting
Slow environmental design - Karyna chyntia agustine

 Ide atau konsep yang saya ingin buat tentang slow environmental design adalah mengolah taman atau ruang ruang publik yang ada dipusat kota menjadi taman yang serbaguna, dengan melibatkan banyak komunitas yang ada di kota tersebut untuk berkolaborasi membuatnya, ada banyak masyarakat muda diperkotaan yang memiliki hobi atau kegemaran yang beragam seperti para pencinta lingkungan, pecinta olahraga, para penggemar mural, pecinta extreme sport seperti skateboard atau bmx, pencinta musik dan juga para penikmatnya walaupun tidak melakukan hobi tersebut tepapi mereka suka menontonnya.

Melihat dari kegemaran tersebut tidak dapat dipungkiri bahwa disana ada hal positf dan negatifnya contoh para pelaku mural secara tidak langsung mereka bertindak kriminal untuk melakuakan hobinya yakni vandalisme, tak perlu di jabarkan terlalu jauh.








Melihat dari fenomena tersebut saya berpendapat, akan menjadi suatu ide yang baik untuk menyatukan semua kegemaran mereka menjadi hal yang positif yakni dengan mengajak mereka untuk melakukan Slow environmental design yakni, segala hal yang diciptakan di taman tersebut atau ruang beraktifitasnya di bangun oleh para komunitas komunitas tersebut sehingga akan lebih terintegritas dan positif dan tidak menutup kemungkinan itu akan menjadi suatu ide yang berkelanjutan untuk membangun ruang publik selanjutnya



Ide Slow Culture

Teknologi saat ini terus berkembang, semua kebutuhan dapat dimudahkan dengan perkembangan teknologi. Dampak negatif pun pasti ada, tetapi tidak dapat dipungkiri teknologi sangat membantu dan memudahkan aktifitas kita. Dampak negatif yang sangat terliahat adalah interaksi di sekitar kita berkurang. Terlihat dari anak-anak yang terbiasa bermain sendiri di dalam rumah dan berkutat dengan segala gadget yang dia punya, padahal seharusnya anak-anak harus lebih aktif daripada itu. Sebenarnya teknologi tidak bisa disalahkan, dikarenakan itu sangat membantu kegiatan kita.

Dikarenakan latarbelakang diatas, untuk tidak menghilangkan wawasan dan sosial mereka. saya memiliki ide untuk membuat wahana bermain anak yang terinspirasi dari game tradisional Indonesia dan di dalam game ini tidak dapat dimainkan sendiri, untuk menanam rasa kebersamaan pada anak itu sendiri. Tetapi tidak bisa dipungkiri, teknologi dibutuhkan dalam kegiatan bermain ini, dikemas menarik agar tidak membosankan. selain itu tujuannya juga untuk melestarikan game tradisional dengan cara dikembangkan lagi secara menarik dengan bantuan teknologi tentunya.





Satriani
1405112018
KTM'11